Peyakit ASF Dijuluki Sillent Killer, Asisten : Sampai Sekarang Belum Ada Obatnya

Penyakit ternak African Swine Fever (ASF) oleh Asisten Administrasi Perekonomian dan Pembangunan Sulteng Dr. Ir. B. Elim Somba, M.Sc, dijuluki sillent killer (pembunuh senyap) karena sifat serangan yang tiba-tiba, tanpa gejala awal dan sangat mematikan.

“Belum ada obatnya jadi kita harus ekstra hati-hati,” tegas asisten merespon penyakit berbahaya yang jadi topik FGD Mitigasi Penyakit Hewan Menular ASF di gedung pogombo, Selasa (5/11).

ASF telah menyebabkan kematian 3 juta ekor ternak babi di Cina, Kamboja, Laos, Thailand dan Vietnam sampai April 2019 dan dikhawatirkan dapat masuk ke Indonesia.

Beberapa kabupaten di Sulteng tercatat sebagai sentra peternakan babi rakyat yaitu di Sigi, Donggala, Poso, Banggai dan Parigi Moutong.

Olehnya asisten menyambut baik FGD dalam rangka menyamakan persepsi, metodologi dan sinergitas mencegah masuknya wabah ini ke Sulteng.

Dirjen Otoritas Veteriner Nasional lanjut asisten sebenarnya telah merekomendasikan tindakan teknis di ranah preborder, border dan postborder guna meningkatkan kewaspadaan terhadap penyakit yang belum bisa disembuhkan ini.

“Meliputi TKH (Tindakan Karantina Hewan) di tempat tujuan dan pembatasan lalu lintas oleh instansi terkait yang berwenang,” sebut asisten di antara contoh kebijakan yang bisa ditempuh.

Sementara Kepala Balai Karantina Kelas II Palu drh. Ida Bagus Hary Soma Wijaya menyampaikan bila ASF sampai ke Indonesia berpotensi mematikan pendapatan 285.315 peternak babi lokal dengan taksiran kerugian mencapai lebih dari 258 Miliar Rupiah.

Lanjutnya, Indonesia adalah eksportir utama bagi Singapura dengan total ekspor mencapai 279.278 ekor babi hidup dan 613 Kg produk olahan senilai total 837 Miliar Rupiah.

“Semoga kita memperoleh hasil konkrit untuk menyusun sistem kewaspadaan dan kesiagaan menghadapi wabah ini,” pungkas kepala balai.

Dalam FGD sehari ini, pihak balai mengundang peserta dari dinas peternakan dan kesehatan hewan provinsi dan kabupaten/kota se Sulteng, otoritas bandara dan pelabuhan, bea cukai, dokter hewan dan mitra teknis.

Narasumber berasal dari Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Hewani Badan Karantina Pertanian dan Pengurus Dokter Hewan Indonesia (PDHI) pusat.

(Biro Humas dan Protokol Setdaprov Sulteng)