Koordinasi pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah menjadi suatu keharusan dan kebutuhan yang senantiasa harus terus dilakukan oleh aparat pengawas.
Proses koordinasi harus dipahami sebagai komitmen untuk pencapaian tujuan, sehingga ego sektoral yang seringkali merasa lebih mempunyai kewenangan ataupun melakukan pengawasan yang bukan kewenangannya harus segera ditinggalkan.
Hal tersebut disampaikan Wakil Gubernur Sulawesi Tengah, H. Rusli Baco Dg. Palabbi, S.Sos, SH, MH dalam sambutannya ketika membuka secara resmi Rapat Koordinasi Pengawasan Daerah Tahun 2019 bertempat di Aula Kantor Inspektorat Daerah Provinsi Sulawesi Tengah, Senin 11 November 2019.
Menurut Wakil Gubernur, Dalam pasal 3 peraturan pemerintah nomor 12 tahun 2017 tentang pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah, telah menetapkan gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah yang dalam pelaksanaan tugasnya juga melingkupi hal-hal yang berkaitan dengan tugas pengawasan umum dan teknis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Terkait hal tersebut, saya akan menyampaikan 3 (tiga) penekanan pokok terhadap fokus pengawasan kita, yang harus diterjemahkan bersama melalui koordinasi ke dalam teknis pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah, yaitu:
Apip benar-benar mampu berfungsi sebagai early warning system dan berorientasi kepada pencegahan. Kedua
Apip menjadi clearance dalam menentukan apakah pengaduan masyarakat berindikasi administrasi atau pidana dan ketiga
Apip harus mampu mencegah terjadinya pungutan liar dan korupsi di instansi masing-masing,” sebut Wakil Gubernur.
Lebih lanjut dikatakannya, pelaksanaan pengawasan Apip harus mampu mencegah terjadinya penyimpangan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Hal tersebut tentunya memerlukan koordinasi yang efektif antara inspektorat daerah dengan obyek pemeriksaan, serta antara inspektorat daerah kabupaten/kota dengan inspektorat provinsi. Dengan adanya koordinasi yang efektif, diharapkan tidak akan terjadi tumpang tindih pengawasan, dan bahkan kekosongan pengawasan.
Pada pasal 385 undang-undang nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah dan pasal 84 undang-undang nomor 30 tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan telah menempatkan Apip pada posisi kunci dalam menentukan apakah suatu laporan atau pengaduan masyarakat berindikasi pidana atau administrasi. Apip juga dituntut untuk dapat saling berkoordinasi dengan aparat penegak hukum (APH) dalam penanganan pengaduan masyarakat.
permasalahan pungutan liar atau yang sering disebut dengan pungli telah merusak sendi-sendi birokrasi dan pelayanan kita.
“Tidak sedikit keluhan yang disampaikan masyarakat umum maupun pelaku usaha terkait mahalnya pelayanan di negara kita. Pelayanan dijalankan tidak sesuai prosedur, aparat pemerintah meminta imbalan atas pelayanan yang diberikan, bahkan aparat pemerintah menggunakan kewenangannya untuk menekan bahkan memeras masyarakat dan pelaku usaha. Tentu hal ini harus segera dicegah, dibenahi dan dihentikan,” tegas Wakil Gubernur.
Sebelumnya, panitia pelaksana Marni Julia Korompot, SH, M.Si dalam laporannya menyampaikan, rapat koordinasi yang dilaksanakan dimaksudkan sebagai sarana silaturahmi, penyampaian issu strategis, menyamakan persepsi dan sebagainya
Biro Humas dan Protokol