ESTETIKA PEMBANGUNAN DUA TUGU DIKOTA PALU MENINGKATKAN MUTU KEARIFAN LOKAL DI TANAH KAILI

Tugu dibangun sebagai penanda. Misalnya untuk menandai suatu
peristiwa, tokoh, tradisi, dan kebudayaan. Dibangunnya sebuah tugu pasti mempunyai tujuan-tujuan tertentu.

Merancang sebuah tugu bukan perkara mudah.
Tugu tidak boleh asal dibangun sebab tugu mengandung makna, nilai, falsafah, semangat, harapan, dan estetika.

Tugu hadir dalam jagad budaya tertentu sehingga
membangun tugu tidak hanya cukup dengan seorang ahli patung. Diperlukan kajian secara mendalam terhadap semua aspek yang terlibat dalam pembangunan tugu agar dapat dimaknai secara tepat oleh publik.

Sebuah tugu penuh dengan tanda-tanda yang akan ditafsirkan maknanya oleh banyak orang, mulai dari orang yang ahli sampai orang awam. Makna tugu tidak bisa dimonopoli oleh perancang tugu saja.

Makna tugu adalah milik publik
sebab tugu berada di wilayah publik dan tugu memang ditampilkan untuk publik. Oleh karena itu, pembangunan tugu harus mempertimbangkan kemampuan publik
dalam penandaan atau signifikansinya.

Makna sebuah tugu harus mudah ditafsir
oleh masyarakat umum agar tidak menimbulkan interpretasi yang terlalu jauh terhadap pesan yang ingin disampaikan.

Tentunya, dengan dibangun sebuah tugu ikon Kota bertujuan untuk mengungkap makna
yang terkandung dalam setiap tugu yang terdapat di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah dan menemukan
pandangan para budayawan tanah kali tentang tugu yang terdapat di Kota Palu yang kita cintai ini.

Berikut adalah beberapa Tugu yang ada di kota palu yang dibangun berdasarkan filosofi sejarah dan maknanya.

1.TUGU NOL KILOMETER
Tugu baru ‘nol kilometer’ yang terbangun megah ditengah Kota Palu tepatnya di bilangan Jalan Sultan Hasanuddin dan Jalan Jenderal Sudirman, memiliki filosofi Sambulu Gana, di puncak tugu diletakkan mutiara besar.

Kata sambulu gana atau dulang pembuka pembicaraan penting dalam ritual adat dalam budaya Kaili. Dimana dalam sejarah tanah kaili sambulu gana merupakan bahan utama dalam proses ritual adat di Tanah Kaili yang mempunyai makna yang sangat dalam, sambulu gana terdiri Buah Pinang, Gambir, buah sirih, kapur sirih dan tembakau.

Menampilkan filosofi sambulu gana dipandang perlu karena artinya dalam adat kuat sehingga dibandingkan simbol adat di Tanah Kaili, sambulu gana sangat tepat berada di titik nol ini, yang dimaksudkan dimana sebuah tugu yang berada di pusat Kota Palu ini.

Tugu ini memiliki tinggi 17 meter, yang mana angka 17 meter itu sendiri merupakan tanggal Hari Kemerdekaan Indonesia dengan struktur berbentuk dulang yang terbuat dari tembaga, serta dikelilingi kolam berbentuk segitiga mengikuti sirkulasi kendaraan sekitar dan penambahan elemen air untuk menembah kesan sejuk pada area tugu.

Bila merinci filosofi yang terdapat dalam tugu nol kilometer ini, ada empat yang perlu diketahui yakni pondasi bawah terdapat dulang raksasa dengan diameter 8 meter, yang merupakan tempat untuk menaruh makanan saat kegiatan adat Kota Palu dan bermakna bahwasanya Kota Palu menyambut masyarakat dari luar kota lain. Kemudian struktur tiang utama yang terdapat 35 besi penghubung mengambil filosofi jumlah provinsi yang ada di Indonesia, merupakan kesatuan Indonesia sebagai tiang utama nusantara tanpa memandang suku, ras dan agama. Sedangkan puncak tugu nol Kilometer terdapat mutiara yang melambangkan kota yang bercahaya dari ketinggian dan terakhir empat pilar penyangga tiang utama yang filosofinya mewakili UU 1945, Pancasila, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhineka Tunggal Ika.
Sementara itu, dibagian bawah tugu tertera tulisan berbahasa Kaili “Masintuvu Kita Maroso” artinya bersama kita kuat dan “Morambanga Kita Marisi” artinya bersama kita kokoh yang dapat dibaca dari arah timur ke barat.

2.TUGU SONGGOLANGI
Kota Palu resmi membangun Tugu Songgolangi yang merupakan ornamen lokal di Sulawesi Tengah (Sulteng).

“Tugu yang dibangun ini berbentuk tameng dan tombak,” Merupakan simbol dari kekuatan dan proses pertahanan di tanah kaili waktu itu sejumlah barang antik dan pusaka berumur ratusan tahun peninggalan masa kerajaan tempo dulu, diantaranya ‘guma’ atau parang, pisau, keris dan tombak sebagai senjata yang kala itu digunakan untuk berperang.

Dalam sejarahnya , Songgolangi adalah salah seorang tokoh asal wilayah bagian selatan Kota Palu. Ia merupakan Tadulako atau disebut Panglima Perang dari Kerajaan Tatanga.

filosofi dari pembangunan Tugu Songgolangi. Kota Palu menunjukkan kearifan lokal.“Tidak hanya terkait filosofi saja, akan tetapi pembangunan Kota Palu dengan menunjukkan ornamen-ornamen lokal kita, sehingga masyarakat dan para wisatawan lebih mengetahui ornamen sejarah kota palu .

Wali kota Palu Hidayat saat melakukan peletakan batu pertama di tugu Songgolangi ini menginginkan pembangunan yang dilaksanakan di kota Palu termasuk Tugu Songgolangi harus memperhatikan tiga aspek yaitu manfaat, estetika, dan kualitas.

“InsyaAllah pembangunan ini bisa sesuai target sehingga Palu ini betul-betul Berhias yaitu Bersih, Hijau, Indah, dan Asri, ” harapnya.

Ia mengatakan, pembangunan tugu yang berbahan dasar besi ini merupakan dorongan dari warga Kota Palu khususnya yang berada di wilayah Kecamatan Tatanga dan Palu Selatan.ujarnya.